BANDUNG, jabar.waspada.co.id – Guru Besar bidang Kajian Indonesia Monash University, Australia Prof. Julian Millie melakukan kajian tentang konsep ceramah keagamaan di beberapa daerah di Jawa Barat.
Hasilnya, tingkat partisipasi masyarakat Jawa Barat pada aktivitas ceramah keagamaan sangat tinggi. Salah satu penyebabnya adalah keterampilan komunikasi dai yang mampu menarik hati para mustamiknya.
Kemudian Millie menyebut salah satu konsep ceramah yang digunakan para dai dan digandrungi jamaah yakni negative exemplar (contoh kebalikan).
“Audiens sangat antusias terhadap ceramah yang menggunakan negative exemplar,” ujar Millie, dilansir dari laman Unpad, Sabtu (30/10).
Millie mengungkapkan ceramah yang menggunakan konsep negative exemplare lebih diterima masyarakat ketimbang ceramah yang formal.
Antropolog yang menekuni studi Islam di Indonesia itu menuturkan contoh ceramah negative exemplare yang ia temukan adalah ketika seorang dai menyampaikan riwayat hidup Nabi, lalu di akhir ceramah disematkan contoh-contoh buruk yang sering terjadi di lingkungan masyarakat dengan penyampaian yang jenaka.
Dalam menerangkan konsep negative exemplare, kata Millie, perlu kemampuan khusus untuk orang dapat bertutur dengan keterampilan tersebut.
“Efeknya, partisipasi masyarakat sangat luar biasa,” ungkapnya.
Tidak hanya menggunakan bahasa Indonesia, Millie juga menjumpai gaya ceramah negative exemplare diterapkan menggunakan bahasa Sunda.
Mengenai konsep negative exemplare menggunakan bahasa Sunda, Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Unpad Prof. Dr. Cece Sobarna, M.Hum menjelaskan, bahasa Sunda selain memiliki keuniversalan juga mempunyai keunikan.
Cece menyebut, bagi orang Sunda pengungkapan perasaan lebih mudah diterima jika mengaplikasikannya dengan bahasa Sunda ketimbang bahasa Indonesia.
“Humor orang Sunda kalau pakai bahasa Indonesia mungkin tidak akan tergambarkan. Karena itu, penguasaan bilingual menjadi penting. Hal ini sangat efektif kalau digunakan di daerah,” tegas Cece. (wol/vin/d2)
Discussion about this post